“ILMU
HIKMAH” ITU TIDAK SAMA DENGAN ILMU KANURAGAN, TIDAK SAMA DENGAN ILMU
KESAKTIAN, TIDAK SAMA DENGAN HIZIB DAN WIFIQ MESKIPUN MEREKA BISA JADI
BAGIAN DARI ILMU HIKMAH. ILMU HIKMAH ADALAH ILMU YANG MAMPU MENGANTARKAN
PEMILIKNYA UNTUK MA’RIFAT. AHLI SHOLAT DAN SENANTIASA BERDZIKIR KEPADA
ALAH SWT. KARENA DENGAN ILMU HIKMAH ITU SEORANG HAMBA MAMPU MEMBACA
RAHASIA DI BALIK SEMUA YANG ADA ATAS IJIN ALLAH SWT.
Dasar dari Ilmu Hikmah adalah Kitabullah
Al Qur’an: “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang
banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul-albab.”
(QS. 2:269)
Maka yang bisa memahami ilmu hikmah
adalah kaum Ulul-albab. Siapa kaum Ulul-albab?. Ulul-albab disebut
belasan kali dalam Al-Quran. Menurut Al-Quran, ulul-albab adalah
kelompok manusia yang diberi keistimewaan oleh Allah swt. Diantara
keistimewaannya ialah mereka diberi hikmah, kebijaksanaan, dan
pengetahuan dalam arti luas—tidak hanya pengetahuan yang diperoleh dari
empiris dan rasio — namun juga pengetahuan yang tercerahkan oleh Nur
Ilahiah.
Disebutkan pula dalam Al-Quran bahwa:
“Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat
manusia.” (QS. 12:111). Dipelajarinya sejarah berbagai bangsa, kemudian
disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat, yang dapat dijadikan
petunjuk dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan ini. “Mereka
itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah, dan mereka
itulah ulul-albab.” (QS. 3:7)
Ulul-albab lebih luas dari sekedar
seorang sarjana S1, S2, S3 maupun kaum cerdik cendekia, ilmuwan dan
intelektual bentukan institusi pendidikan. Namun bisa jadi sarjana
ilmuwan, intelektual itu adalah ulul albab. Mereka adalah kelompok
orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap
aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami,
menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah yang ada di
masyarakat.
Apa tanda-tanda ulul-albab? Tanda
pertama: Bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam
Al-Quran: “Dan orang yang bersungguh-sungguh dalam ilmu pengetahuan
mengembangkannya dengan seluruh tenganya, sambil berkata: ‘Kami percaya,
ini semuanya berasal dari hadirat Tuhan kami,’ dan tidak mendapat
peringatan seperti itu kecuali ulul-albab.” (QS.3:7)
Termasuk dalam bersungguh-sungguh mencari
ilmu ialah kesenangannya menafakuri ciptaan Allah di langit dan di
bumi. Allah menyebutkan tanda ulul-albab ini sebagai berikut:
“Sesungguhnya dalam proses penciptaan langit dan bumi, dalam pergiliran
siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul-albab.” (QS.3:190).
Abdus Salam, seorang Muslim pemenang
hadiah Nobel, berkat teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata,
“Al-Quran mengajarkan kepada kita dua hal: tafakur dan tasyakur. Tafakur
adalah merenungkan ciptaan Allah di langit dan di bumi, kemudian
menangkap hukum-hukum yang terdapat di alam semesta. Tafakur inilah yang
sekarang disebut sebagai science. Tasyakur ialah memanfaatkan nikmat
dan karunia Allah dengan menggunakan akal pikiran, sehingga kenikmatan
itu makin bertambah. Ulul-albab merenungkan ciptaan Allah di langit dan
bumi, dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa, sehingga
karunia Allah ini dilipatgandakan nikmatnya.”
Tanda kedua: Mampu memisahkan yang jelek
dari yang baik, kemudian ia pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian
mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan
oleh sekian banyak orang. Allah berfirman: “Katakanlah, tidak sama
kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya kejelekan itu mencengangkan
engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai ulul-albab.” (QS.5:100)
Tanda ketiga: Kritis dalam mendengarkan
pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi atau
dalil yang dikemukakan oleh orang lain: “Yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah
orang-orang yang telah diberi petunjuk dan mereka itulah ulul-albab.” (QS.39:18)
Tanda keempat: Bersedia menyampaikan
ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya;
diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan, dan diprotesnya kalau
terdapat ketidakadilan. Dia tidak duduk berpangku tangan di
labolatorium; dia tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di
perpustakaan; dia tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk
memperbaiki ketidakberesan di tengah-tengah masyarakat…: “(Al-Quran)
ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi
peringatan dengan dia, dan supaya mereka mengetahui bahwasannya Dia
adalah Tuhan Yang Maha esa dan agar ulul-albab mengambil pelajaran.” (QS.14:52)
“Hanyalah ulul-albab yang dapat mengambil
pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang
Allah perintahkan Supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya
dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena
mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan salat dan menafkahkan sebagian
rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau
terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang
itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. 13:19-22)
Tanda kelima: Tidak takut kepada siapa
pun kecuali kepada Allah. Berkali-kali Al-Quran menyebutkan bahwa
ulul-albab hanya takut kepada Allah: “Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baiknya bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
ulul-albab.” (QS 2:197)
“Maka bertakwalah kepada Allah hai
ulul-albab, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS 5:179) “Allah
menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah
hai ulul-albab.” (QS. 65:10)
Seorang ulul-albab bersungguh-sungguh
mempelajari ilmu, mau mempertahankan keyakinannya, dan merasa terpanggil
untuk memperbaiki masyarakatnya. Dalam ayat lain, Allah swt dengan
jelas membedakan seorang ulul-albab dengan kaum intelektual: “Apakah
orang yang bangun di tengah malam, lalu bersujud dan berdiri karena
takut menghadapi hari akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya: samakah
orang yang berilmu seperti itu dengan orang-orang yang tidak berilmu
dan tidak memperoleh perinagtan seperti itu kecuali ulul-albab.” (QS.
39:9)
Dengan merujuk kepada firman Allah di
atas, inilah “tanda khas” yang membedakan ulul-albab dengan ilmuwan atau
intelektual lainnya. Ulul-albab rajin bangun tengah malam untuk
bersujud dan rukuk di hadapan Allah. Dia merintih pada waktu dini hari,
mengajukan segala derita dan segala permohonan ampunan kepada Allah Swt,
semata-mata hanya mengharapkan rahmat-Nya.
Tanda khas yang lain disebutkan dalam
Al-Quran: “Dia zikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, dalam keadaan
duduk, dan keadaan berbaring.” (QS 3:191)
Maka dapat disimpulkan dalam diri
ulul-albab berpadu sifat-sifat ingin tahu dan dengan demikian dia gemar
belajar dan meneliti untuk melahirkan solusi agar kehidupan masyarakat
dan kebudayaan manusia menjadi semakin Islami dalam pandangan Allah SWTSEMOGA BERMANFAAT
0 komentar:
Posting Komentar