Alkisah,
suatu ketika Nabi Muhammad berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari.
Ketika itu Nabi Muhammad melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong
kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya
Nabi kepada Sa’ad.
“Wahai
Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah
tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi
tanggunganku”. Seketika itu Nabi mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya
seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api
neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada
seseorang yang berjalan melalui tempat Nabi Muhammad. Orang tersebut
sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian
bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat
digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu
Nabi pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang
masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi
kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah;
kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, itu juga fi sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani).
Kerja adalah perintah suci Allah kepada
manusia. Meskipun akhirat lebih kekal daripada dunia, namun Allah tidak
memerintahkan hambanya meninggalkan kerja untuk kebutuhan duniawi. Kerja
adalah melakukan sesuatu untuk mencari nafkah yang hakekatnya adalah
manifestasi dari amal kebajikan.
Sebagai
sebuah amal, maka NIAT dalam menjalankannya akan menentukan penilaian.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya nilai amal
itu ditentukan oleh niatnya.” Amal seseorang akan dinilai berdasar apa
yang diniatkannya.
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” (QS.
Al-Qashash: 77).
Jadi budaya kerja yaitu nilai-nilai
sosial atau suatu keseluruhan pola perilaku yang berkaitan dengan akal
dan budi manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Jadi setiap individu
yang bekerja harus memiliki budaya kerja yang baik. Budaya yang kerja
yang baik sangat diperluukan agar menjadi pekerja yang berbudi pekerti
dan mengerti nilai-nilai yang dijalaninya dan tidak membawa individu
kepada penyimpangan. Jadi itulah perlunya kita memahami budaya kerja
yang baik.
Budaya kerja masing-masing individu akan
menentukan terbentuknya budaya dimana dia bekerja. Tentu saja hal ini
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kepemimpinan yang
mengandung nilai-nilai agama karena selalu mendahulukan pembinaan
terhadap akhlakul karimah, sejak tahap awal perlu dimantapkan sebagai
manifestasi utama yang akan terekspresi dalam seremoni dan ritual yang
substansinya adalah substansi agamawi melalui budaya jujur, sabar,
tidak mudah iri dan terpancing untuk melakukan hal-hal yang dimurkai
agama.
Para pemimpin akan menentukan bahwa bila
tahap pertama upaya menyesuaikan diri agar menghasilkan sukses dalam
kerjasama yang harmonis.
Dalam agama Islam, manusia ditentukan
untuk : Berusaha dengan sebaik-baiknya agar tercapai suatu tujuan
yang halal. Kita mencoba berusaha untuk menghasilkan prestasi
terbaiknya, apalagi bila penerimaan hasil dilakukan dengan adil dan
objektif. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas adalah ajaran utama dalam
Islam. Usaha yang diupayakan hanya karena Allah semata. Bekerja dengan
dilandasi keikhlasan, dapat mencegah dari stres atau jenis emosi lain
yang merugikan.
Umat dituntut untuk minta tolong pada
Allah dan mengakui keterbatasan dirinya. Allah lebih mencintai
orang-orang yang selalu meminta daripada yang enggan meminta, karena
seolah-olah manusia itu berkecukupan. Dan Allah berfirman : “Berdoalah
kepadaKu, niscaya akan keperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka jahanan dalam
keadaan hina dina” (QS. 40:60). Rasullah SAW bersabda : “Sesungguhnya
siapa saja yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan marah
kepadanya” (HR. At-Tarmizi dan Abu Hurairoh).
Apabila
manusia rajin bekerja dan berupaya, ia akan menciptakan budaya kerja
yang disiplin, berkemauan keras dan tidak cepat putus asa. Selanjutnya
diimbangi dengan terus menerus berdoa dan meminta tolong kepada Allah,
agar usahanya membuahkan hasil. Sifat ini akan membawa manusia ke
perilaku rendah hati, tidak takabur dan senantiasa menyadari baik
kelemahan maupun kekuatannya.
Demikian saudaraku semua, Agama Islam
mengajarkan manusia untuk giat dalam bekerja yang sesuai syariat yaitu
mengedepankan kejujuran, kedisiplinan dan keihklasan. Oleh sebab itu,
marilah kita semua bekerja dengan giat ikhlas serta kerja yang CERDAS (Smart Working) agar kita sukses dunia dan akhirat. Amin yraSEMOGA BERMANFAAT
0 komentar:
Posting Komentar